31 March 2006

Ingin Bahagia? Menikah, rajin ibadah dan punya anak!

Setelah kapan hari ada survey tentang feminis yang kurang bahagia, kali ini ada jejak pendapat di Amerika tentang "kunci kebahagiaan" oleh Scripps Howard/Ohio University.

Surveynya membandingkan berapa persentase responden yangmerasa berbahagia, dan bagaimana kehidupan mereka:
  • status pernikahan?
  • rajin ke gereja?
  • punya anak?
  • jenis kelamin?
Hasilnya, yang merasa bahagia:
  1. Laki-laki 48%, Perempuan 54% (maksudnya dari seluruh responden laki-laki, 48% mengaku bahagia, dan dari seluruh responden perempuan 54% mengaku bahagia)
  2. Menikah 60%, Tidak menikah 41%
  3. Punya anak 56%, Belum punya anak 45%
  4. Rajin ke gereja 60%, Tidak pergi ke gereja 46%
  5. Kelompok Usia: - 18-24 (37% bahagia), 25-44 (54%), 45-64 (52%), 65 ke atas (56%)
hmm, oldie, goodie idea?
Menikah, punya anak, rajin ibadah kunci bahagia dan lupakan masa muda yang kurang bahagia.
Tampaknya hasilnya belum memenuhi semboyan:
"muda foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk sorga" :-)

Ada pula survey tahun 2002 yang hasilnya antara lain:
  • 80% of Americans identify as Christian, and 5 percent as some other faith.
  • 67% agreed that the United States is a "Christian nation";
  • 48% believed that the United States has "special protection from God";
  • 58% said that America's strength is based on religious faith;
  • 47% asserted that a belief in God is necessary to be moral.
Apakah ini yang namanya "baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur"?

20 March 2006

Matematikawan Menangkan Hadiah Keagamaan

Baru-baru ini seorang matematikawan, profesor di Universitas Cambridge, Inggris, dianugrahi Hadiah Templeton tahun 2006 untuk kemajuan atau penelitian di bidang spiritual. Dr John Barrow menerima hadiah 1,4 juta dolar AS (Penyumbang Hadiah Templeton berwasiat agar anugrah ini selalu lebih besar daripada Hadiah Nobel) atas jerih-payahnya meneliti hubungan kehidupan dan tetapan-tetapan alam (kekuatan gaya-gaya fundamental dan massa partikel-partikel elementer).

Dari enam pemenang terakhir Hadiah Templeton, lima di antaranya adalah ilmuwan (saintis, bukan ulama, apalagi dukun). Kenapa bisa begitu? Barrow menawarkan jawaban, ".... barangkali karena mereka mengajukanpertanyaan-pertanyaan yang paling menarik."

10 March 2006

Feminis Kurang Bahagia?

Studi menunjukkan istri yang berpandangan feminis progresif kurang bahagia dibandingkan istri tradisional, ibu rumah tangga.

Saya kutipkan tanggapan yang bernas dari milis:

Tujuan untuk kesejahteraan bersama kadang seolah tenggelam dalam keriuhan pergerakan feminis.

Sisi lain yang saya liat adalah feminist seperti makan buah khuldi, yaitu buah pengetahuan yang menghasilkan horizon baru sekaligus resiko-resikonya.

Mengutip artikel tsb - ini adalah hasil dari buah khuldi tsb: "It may be, too, that traditional marriage today is happier than it was, thanks to feminism"

Generasi baru sering nggak menyadari, ada semacam diskontinuitas pemahaman pengalaman (sejarah) kita sendiri - yaitu bahwa generasi feminis sebelumnya telah membuka jalan bagi kita semua, yang tadinya nggak mungkin. Salah satu solusi mengatasi gap ini adalah dengan memupuk kesadaran dan pemahaman sejarah ini dalam kurikulum pendidikan kita di sekolah maupun suasana keluarga. Kita mesti cetak generasi yang bersyukur pada perjuangan-perjuangan orang tua dan senior kita sendiri.

Dan apakah resiko-resiko dari makan buah khuldi tsb? Mengutip lagi artikel tsb: "Having more choices about what you want makes you lesslikely to be happy with whatever choice you end up settling on."

Artinya perempuan masih belum sepenuhnya adaptif dengan pilihan-pilihan tsb (do women know what they want?). Apa solusinya? Ada jawabannya di artikel tsb: "But it may be a bracing reminder thatworrying endlessly over choices isn't the path to greater freedom, equality, or happiness for women"

Artinya, setelah perempuan membuat keputusan, kita kudu istiqamah dengan keputusan tsb, dan legowo dengan segala resikonya. Orang lain yang dekat dengan perempuan tsb semestinya memberikan dukungan. Don't worry, be happy.

Personal is political, kata feminist pada pergerakannya. Personal is personal, kata feminist kepada keluarganya. Kedua statement tersebut betul dan bijak pada tempatnya.

Salam
Mia