30 September 2004

Romantika Politika

Pemilu presiden di Amerika semakin dekat.
Gaung pilihan raya ini mempengaruhi pola hubungan percintaan dan kondisi politik di negeri ini. Para "single" yang berusaha menemukan pasangannya melalui biro jodoh, tidak lupa mematok kriteria kecenderungan politik idamannya.
The first question ......,
'What's your political affiliation,' ........
it's a fundamental belief system.
Mereka yang ogah-ogahan mendaftar sebagai pemilih, akan dianggap apatis, dan sulit untuk 'laku'. Di masa situasi politik sangat terpolarisasi seperti sekarang ini, memang lebih aman mencari yang seide. Karenanya muncul website biro jodoh/kencan yang hanya menerima orang-orang yang sehaluan: demdates.com, singlerepublicans.com dan conservativematch.com.


Akankah trend ini menjalar ke Indonesia?
Bakal bermunculankah:
  • "Biro Jodoh Kader Golkar",
  • ikhwan-akhwat-PKS-untuk-keluargasakinah.com,
  • pemuda-pemudi-pro-SBY-mencari-cinta.net?

*Original Post

06 July 2004

Kim Dae Jung (Pasca Kalahnya Amien Rais)

Kim Dae Jung
-mantan Presiden Korea Selatan

Lahir tahun 1925, Kim Dae Jung mengawali karir politiknya tahun 1954 mengkritisi kebijaksanaan Presiden Syngman Rhee. Terpilih masuk parlemen tahun 1961, yang dibatalkan oleh kudeta militer Park Chunghee. KDJ menjadi pemimpin oposisi utama tahun 1960-an, dan maju ke pemilihan presiden melawan Park Chunghee tahun 1971, yang berakhir kalah tipis di bawah berbagai hambatan kekuasaan kediktatoran militer. Dia dipenjara berkali-kali, diculik, dan mendapat ancaman mati di tahun 1970-an dan dilarang masuk gelanggang politik selama dasawarsa tersebut.

Di tahun 1980, Kim dijatuhi hukuman mati dari tuduhan pemberontakan menjelang kudeta militer lainnya oleh Chun Doo-hwan dan peristiwa berdarah di Gwangju, basis politiknya. Dengan intervensi Amerika Serikat, hukuman mati tersebut dikurangi menjadi pidana penjara 20 tahun, dan selanjutnya dia mengasingkan diri ke AS.

Jalan Menuju Kursi Presiden

Sekembalinya ke Korsel tahun 1985, Kim Dae Jung memulai lagi peranannya sebagai salah satu pemimpin utama gerakan oposisi. Ketika pemilihan presiden demokratis pertama diselenggarakan tahun 1987 setelah mundurnya mantan jendral Chun Doo-hwan, KDJ bersaing dengan Kim Young-sam, kawan lama seperjuangan dalam barisan oposisi. Akibatnya retaklah kubu oposisi dan memuluskan jalan jendral purnawirawan Roh Tae-woo, pewaris Chun Doo-hwan, memenangkan pemilu.

KDJ kembali gagal dalam pilpres tahun 1992, kali ini berhadapan dengan Kim Young-sam yang beralih dari kubu oposisi bergabung dengan Roh dan menjadi penggantinya.

Baru pada tahun 1997, kesempatan ke-4 baginya, KDJ memenangkan pilpres menggantikan Kim Young-sam.

Berbeda dengan presiden2 sebelumnya Park Chung-hee, Chun Doo-hwan, Roh Tae-woo dan Kim Young-sam yang semuanya berhasal dari wilayah Gyeongsang yang relatif kaya, KDJ adalah presiden pertama, yang menyelesaikan masa baktinya, yang berasal dari Jeolla, di kawasan barat daya, kawasan yang sebelumnya diabaikan dan kurang dibangun, sebagian karena adanya kebijaksanaan diskriminatif dari presiden2 sebelumnya.

Kepresidenan

Kim Dae-jung mengambil alih jabatan presiden di tengah-tengah krisis ekonomi yang menghantam Korea Selatan di tahun terakhir masa jabatan Kim Young-sam. KDJ tak kenal lelah mendorong reformasi ekonomi dan restrurisasi untuk menggiatkan kembali ekonomi, dan hasilnya dapat dilihat dari kebangkitan ekonomi Korsel.

Dalam hubungan dengan Korea Utara, KDJ meluncurkan Sunshine Policy. Di tahun 2000, dia berpartisipasi dalam KTT Utara-Selatan dengan pemimpin Korut, Kim Jong Il, yang mengantarnya memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian. Anugrah Perdamaian ini membawa kontroversi dengan adanya tuduhan bahwa KDJ membentuk lobi yang membantunya memenangkan Hadiah Nobel tersebut. Selain itu, dia juga diduga memberikan dana pemerintah kepada Hyundai, yang kemudian membayarkannya kepada Pemerintah Korut sebagai kompersasi pembukaan kawasan wisata Kumgang-san. Dan juga, KDJ dituduh menyembunyikan apa yang ia ketahui tentang program senjata nuklir Korut padahal dia mempunyai informasinya sebelum KTT.

sumber: Wikipedia