Setelah Majlis Fikih Islam (berafiliasi dengan Organisasi Konferensi Islam, OKI) menerbitkan fatwa "progresif" tentang Nikah Al-Misyar (sekali lagi bukan "misywar" seperti judul diskusi yang pernah lama berlangsung di sini), nikah model ini semakin populer.
Sekedar mengulang, nikah misyar ini:
Selain itu ternyata pihak perempuan masih bisa menentukan besarnya mahar dan "maintenance cost" bulanan (lho bedanya apa dengan nafkah?). Karena fatwa ini datang dari majlis "bona fide", akankah menjadi trendi di Indonesia?
Original Post
Sekedar mengulang, nikah misyar ini:
suami-istri tidak tinggal bersama, suami tidak bertanggung jawab dalam nafkah.Fatwa Majlis menyebutkan:
"akad nikah di mana pihak perempuan rela kehilangan hak tempat tinggal dan nafkah, dan bersedia dikunjungi oleh pihak laki-laki di rumah keluarganya kapan saja suaminya menginginkan, siang atau malam, ..... adalah SAH."Saya masih kurang jelas detil teknis pernikahan ini. Selain seks, suami tidak punya tanggung jawab apapun. Bagaimana kalau menghasilkan anak? Bagaimana kalau salah satu pihak ingin mengakhiri kontrak, bagaimana prosedur talaknya, iddahnya?
Selain itu ternyata pihak perempuan masih bisa menentukan besarnya mahar dan "maintenance cost" bulanan (lho bedanya apa dengan nafkah?). Karena fatwa ini datang dari majlis "bona fide", akankah menjadi trendi di Indonesia?
Original Post